Dalam dunia yang penuh tantangan, memiliki sikap positif sering kali dianggap sebagai kunci mengatasi berbagai hambatan. Namun, ketika kepositifan ini berlebihan dan memaksa, ia bisa berubah menjadi toxic positivity.
Artikel ini bertujuan meningkatkan kesadaran bahaya kepositifan berlebihan, menguraikan ciri-ciri dan dampaknya, serta memberikan panduan mengembangkan pola pikir lebih seimbang dan realistis.
Baca juga: Cara Mendapatkan Circle Pertemanan Yang Berkualitas
Memahami Toxic Positivity
Memahami toxic positivity memerlukan pendekatan llebih mendalam untuk mengenali bagaimana cara-cara yang tampaknya mendukung secara emosional bisa menjadi merugikan. Toxic positivity tidak hanya menolak validitas emosi negatif, tetapi juga mendorong individu tetap positif dalam situasi dimana reaksi negatif adalah respons yang sehat dan normal.
Pendekatan ini dapat mengakibatkan berbagai konsekuensi negatif, baik secara psikologis maupun dalam interaksi sosial.
Baca juga: Mencegah Anak Agar Tidak Jadi Pelaku Bullying
Ciri-ciri Toxic Positivity
Toxic positivity merupakan konsep yang mengacu pada penekanan berlebihan terhadap sikap positif sambil mengabaikan, menekan, atau menyalahkan emosi negatif yang realistis dan alami. Sikap ini dapat berdampak buruk terhadap kesehatan mental individu karena menghalangi proses pengakuan dan pengolahan emosi secara sehat. Berikut adalah pengembangan lebih lanjut dari ciri-ciri toxic positivity:
1. Menawarkan Solusi Cepat untuk Masalah Kompleks
Seseorang menunjukkan toxic positivity seringkali memberikan solusi cepat atau perbaikan mudah untuk masalah kompleks, tanpa berusaha memahami kedalaman atau kompleksitas masalah tersebut. Ini bisa terwujud dalam nasihat seperti “Coba saja tidak memikirkannya,” yang mengabaikan perjuangan nyata dan proses pemulihan.
2. Menggunakan Klise Tanpa Empati
Mengucapkan frasa klise seperti “Segalanya akan baik-baik saja,” atau “Ini akan membuatmu lebih kuat,” tanpa mencoba mendengarkan atau memahami pengalaman seseorang. Meskipun mungkin bermaksud baik, pendekatan ini sering kali terasa tidak tulus dan dapat membuat orang merasa tidak didengarkan atau tidak valid emosinya.
3. Membandingkan Penderitaan
Orang-orang yang mendorong toxic positivity sering kali membandingkan penderitaan, menyiratkan bahwa karena ada orang lain yang berada dalam situasi “lebih buruk,” maka perasaan seseorang tidak berhak dirasakan atau diungkapkan. Hal ini tidak hanya meremehkan pengalaman individu tetapi juga mengabaikan fakta bahwa rasa sakit dan penderitaan bersifat subjektif dan tidak dapat dibandingkan secara langsung.
4. Menekankan Kebahagiaan Sebagai Pilihan
Ide bahwa kebahagiaan adalah pilihan sepenuhnya dan bahwa seseorang dapat memilih tidak merasa sedih atau marah adalah ciri toxic positivity. Meskipun sikap positif dapat membantu dalam banyak situasi, emosi negatif adalah bagian normal dan penting dari pengalaman manusia yang memerlukan pengakuan dan validasi.
5. Menutup Ruang untuk Diskusi Autentik tentang Perasaan
Toxic positivity menciptakan lingkungan di mana orang merasa tidak aman atau tidak nyaman untuk berbagi pengalaman atau perasaan negatif mereka. Ini bisa mengakibatkan individu merasa kesepian, terisolasi, dan tidak didukung, karena mereka tidak dapat berbagi beban emosional mereka secara terbuka.
6. Mengkritik atau Mengabaikan Ekspresi Emosi Negatif
Orang yang mempraktikkan toxic positivity mungkin secara eksplisit atau implisit mengkritik ekspresi emosi negatif, menyarankan bahwa menunjukkan perasaan seperti kesedihan atau kekhawatiran adalah tanda kelemahan atau ketidakmampuan mengelola kehidupan dengan baik.
7. Membuat Orang Merasa Bersalah atas Perasaannya
Toxic positivity sering kali membuat individu merasa bersalah atau malu atas perasaan negatif yang mereka alami. Pesan yang tidak tertulis adalah bahwa mereka gagal dalam “bersikap positif” dan ini menambah beban perasaan negatif mereka dengan rasa bersalah atau rasa malu.
Baca juga: Hindari Toxic Friendship Yang Berdampak Buruk Pada Dirimu
Dampak Negatif dari Toxic Positivity
Toxic positivity dapat memiliki konsekuensi serius bagi kesehatan mental seseorang, termasuk:
- Penekanan Emosi: Mendorong individu menekan emosi negatif mereka, yang dapat menyebabkan stres dan kecemasan jangka panjang.
- Perasaan Bersalah dan Malu: Membuat orang merasa bersalah karena memiliki respons emosional yang normal terhadap situasi sulit.
- Penghambatan Penyembuhan: Menghalangi proses pemulihan alami dari trauma atau pengalaman negatif karena tidak diizinkannya ekspresi emosi.
Baca juga: Tingkatkan Mood Booster Dengan 5 Cara Sederhana Ini
Membangun Pola Pikir yang Seimbang
Berikut adalah beberapa tips mengembangkan pola pikir lebih sehat dan realistis:
- Izinkan Diri untuk Merasa: Akui dan terima emosi Anda tanpa penilaian. Mengakui perasaan negatif adalah langkah pertama untuk mengatasinya.
- Praktik Empati: Ketika berinteraksi dengan orang lain, praktikkan empati dan dukungan tanpa mengabaikan emosi mereka.
- Cari Keseimbangan: Usahakan menemukan keseimbangan antara optimisme yang realistis dan penerimaan situasi atau emosi yang kurang menyenangkan.
- Berikan Ruang untuk Ekspresi: Dukung lingkungan di mana orang dapat berbagi perasaan dan pengalaman mereka secara terbuka dan jujur.
Menjadi positif memang penting, namun lebih penting lagi adalah memiliki pandangan seimbang dan realistis terhadap kehidupan. Menghindari toxic positivity dan menerima semua jenis emosi dapat membantu dalam membangun hubungan yang lebih sehat dengan diri sendiri dan dengan orang lain.
Dengan meningkatkan kesadaran tentang bahaya toxic positivity dan menerapkan tips untuk mengembangkan pola pikir yang seimbang, kita dapat mendukung diri sendiri dan satu sama lain dengan cara yang lebih sehat dan konstruktif.
Baca juga: Cara Ampuh Atasi Pikiran Negatif