Pasangan yang Harmonis Juga Berantem, Apa Perbedaannya

Facebook
LinkedIn
WhatsApp
Twitter
Pasangan yang Harmonis Juga Berantem, Apa Perbedaannya

Banyak orang berpikir bahwa pertengkaran dalam hubungan romantis adalah hal yang buruk. Siapa yang pernah mendengar pasangan berkata, “Saya baru saja bertengkar hebat, dan itu luar biasa!” atau “Kami bertengkar terus-menerus, tapi kami sangat bahagia”? Mungkin sangat jarang, kan?

Namun, hasil riset yang dilakukan oleh Julie dan John Gottman, pendiri Gottman Institute dan Love Lab, justru menunjukkan bahwa pertengkaran bukan hanya hal yang wajar, tetapi juga bisa memberikan dampak positif bagi hubungan, asalkan dilakukan dengan cara yang tepat. Dalam percakapan yang penuh dengan rasa penasaran, mereka mengungkapkan bahwa hampir semua pasangan pasti pernah bertengkar, dan cara kita bertengkar pada tiga menit pertama saja bisa memprediksi dengan tingkat akurasi 96% bagaimana kelanjutan dari percakapan tersebut serta masa depan hubungan itu dalam jangka panjang.

Pertengkaran yang Mempererat Hubungan

Apa yang mengejutkan dari penelitian ini adalah bahwa sebagian pertengkaran justru dapat meningkatkan kedekatan emosional dan bahkan memperbaiki kehidupan seksual pasangan. Hal ini tentu mengubah pandangan banyak orang yang menganggap pertengkaran sebagai sesuatu yang merusak hubungan.

John Gottman, dalam penelitiannya, menemukan tiga gaya pertengkaran utama yang mempengaruhi jalannya sebuah hubungan:

1. Penghindar Konflik

Pasangan dengan gaya ini lebih memilih untuk menghindari pertengkaran dan cenderung memilih untuk mengalah. Mereka lebih suka berdamai ketimbang menghadapi ketegangan.

2. Pengonfirmasi Konflik

Pasangan dengan gaya ini lebih tenang dan rasional dalam mengungkapkan masalah. Mereka berusaha untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang penuh pengertian, layaknya seorang guru TK yang sabar.

3. Volatil Konflik

Pasangan dengan gaya ini cenderung menunjukkan perasaan dengan sangat intens. Mereka cepat terlibat dalam perdebatan dan sering merasa bahwa mereka harus membuktikan bahwa pendapat mereka benar dan pasangan mereka salah.

Tapi, kabar baiknya adalah, apakah pasangan memiliki gaya pertengkaran yang serupa atau berbeda, hubungan mereka tetap bisa berhasil asalkan rasio respons positif terhadap negatif selama pertengkaran adalah 5:1. Respons positif ini bisa berupa anggukan kepala, minat yang ditunjukkan, humor bersama, atau kata-kata seperti “baiklah, saya mengerti.”

Bahaya dari “Empat Kuda Apokalips”

Namun, tidak semua pertengkaran mengarah pada perbaikan. Ada empat faktor yang dapat merusak hubungan, yang dikenal dengan istilah “Empat Kuda Apokalips” dalam riset mereka. Empat hal ini adalah indikator kuat yang bisa meruntuhkan hubungan jika tidak dikelola dengan baik:

1. Kritik

Kritik yang berfokus pada kelemahan karakter pasangan bisa membuat mereka merasa diserang secara pribadi, contohnya, “Kenapa kamu selalu berantakan? Kamu memang tidak bisa menjaga kebersihan.”

2. Kontempt

Ini lebih berbahaya daripada kritik, karena mencakup rasa merendahkan, seperti mengatakan, “Kenapa sih aku menikah dengan kamu?” atau bahkan menyebut pasangan sebagai “pecundang.”

3. Defensif

Ketika seseorang merasa diserang, mereka cenderung menjadi defensif, seperti membalas, “Tapi aku sudah bayar tagihan kok!” atau malah menyerang balik, “Ya, kamu kan sering telat bayar!”

4. Stonewalling

Ini adalah saat salah satu pasangan benar-benar menutup diri dan tidak memberikan respons sama sekali, yang membuat komunikasi jadi terhenti.

Selain itu, ada fenomena yang disebut flooding, yang terjadi ketika seseorang merasa sangat terancam hingga detak jantungnya melambung tinggi dan membuatnya tidak bisa berpikir jernih atau merespons secara rasional. Dalam kondisi seperti ini, sangat disarankan untuk berhenti sejenak, mengambil waktu untuk menenangkan diri, dan kembali melanjutkan percakapan ketika sudah lebih tenang.

Mengubah Cara Bertengkar: Softened Startup

Ada cara yang lebih sehat dalam memulai pertengkaran, yaitu dengan menggunakan softened startup. Alih-alih langsung menyerang pasangan dengan kritik atau penghinaan, pasangan yang mengaplikasikan softened startup akan mulai dengan mengungkapkan perasaan mereka tanpa menyalahkan pasangan, serta mengungkapkan kebutuhan positif yang mereka harapkan dari pasangan. 

Sebagai contoh, daripada berkata “Kamu terlalu pelit untuk mengajak aku makan malam,” sebuah softened startup bisa terdengar seperti ini: “Aku merasa sedikit frustasi karena aku selalu masak setiap malam. Bisakah kita makan malam di luar malam ini?”

Pertengkaran yang Mengarah pada Pemahaman

Salah satu temuan penting dari riset ini adalah bahwa 69% dari masalah konflik dalam hubungan adalah masalah yang perpetual, yaitu masalah yang tidak akan pernah sepenuhnya terselesaikan. Misalnya, pasangan yang terus-menerus bertengkar tentang cara mengelola keuangan, atau tentang preferensi untuk berlibur. Dalam hal ini, yang diperlukan bukanlah penyelesaian masalah secara mutlak, tetapi kemampuan untuk mengelola konflik tersebut dengan cara yang sehat.

Pasangan yang sukses tidak berusaha untuk “menang” dalam pertengkaran, tetapi mereka berfokus pada upaya untuk memahami satu sama lain. Mereka berbicara lebih dalam untuk menggali pemikiran dan perasaan yang mendasari posisi masing-masing dalam konflik tersebut, dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan untuk menemukan apa yang sebenarnya penting bagi pasangan mereka.

Melalui pemahaman yang lebih mendalam ini, pasangan dapat menemukan kompromi yang menghormati kedua belah pihak. Penelitian ini mengajarkan bahwa dengan pendekatan yang tepat, pertengkaran bisa menjadi alat untuk memperkuat hubungan, bukan merusaknya.

Dalam dunia yang penuh dengan polarisasi dan perbedaan, kemampuan untuk “bertempur dengan benar” bisa menjadi kunci untuk mengubah dinamika hubungan, baik itu dalam keluarga, pasangan, maupun dalam masyarakat yang lebih luas. Jika kita belajar untuk bertengkar dengan cara yang lebih sehat, dengan memahami, berempati, dan bekerja sama kita bisa membangun hubungan yang lebih kuat dan lebih harmonis. Sebuah pelajaran berharga bagi kita semua, bahwa terkadang, berargumen dengan cara yang benar bisa membawa kita lebih dekat satu sama lain.