Lebih dari Baby Blues: Menyelami Dunia Depresi Postpartum (Depresi Pasca Persalinan)

Facebook
LinkedIn
WhatsApp
Twitter
depresi pada ibu hamil

Kehamilan dan kelahiran anak seringkali dianggap sebagai salah satu momen paling bahagia dalam kehidupan seorang wanita. Namun, bagi beberapa ibu baru, masa-masa ini juga bisa diwarnai dengan perjuangan melawan depresi postpartum, suatu kondisi yang jauh lebih serius daripada yang sering disebut baby blues.

Apa Itu Depresi Postpartum?

depresi pada ibu hamil
Source: Pexels

Depresi postpartum adalah gangguan mood yang dialami oleh beberapa wanita setelah melahirkan. Berbeda dengan baby blues yang umumnya ringan dan berlangsung singkat, depresi postpartum lebih intens dan dapat berlangsung lama.

Gejalanya bisa mencakup kesedihan mendalam, kehilangan minat dalam kegiatan yang biasanya dinikmati, perubahan nafsu makan dan tidur, kelelahan, perasaan bersalah atau tidak berharga, dan kesulitan dalam berikatan dengan bayi.

Penyebab Depresi Postpartum

Depresi Postpartum
Source: Pexels

Depresi postpartum dapat disebabkan oleh banyak faktor, tetapi perubahan yang terjadi pada tubuh dan psikologis juga berperan dalam hal ini.

1. Perubahan Fisik

Tubuh wanita mengalami perubahan hormon yang signifikan setelah melahirkan. Terutama hormon estrogen dan progesteron yang menurun. Perubahan hormon tiroid juga dapat mempengaruhi mood. Perubahan hormonal ini adalah bagian penting dari gejala depresi postpartum.

2. Permasalahan Psikis

Menjadi ibu, terutama untuk pertama kalinya, sering kali menimbulkan rasa cemas dan tidak percaya diri dalam merawat bayi baru lahir. Kekhawatiran dan ketidakpastian ini dapat berkembang menjadi depresi, terutama jika perasaan ini berlangsung lama dan tidak diatasi.

3. Kurang Tidur

Mengurus bayi baru lahir seringkali berarti kurang tidur. Kelelahan dan kurangnya istirahat dapat membuat ibu baru kesulitan dalam menangani stres dan masalah sehari-hari, yang dapat meningkatkan risiko depresi.

4. Masalah Citra Diri

Banyak ibu baru merasa kurang menarik, berjuang dengan perubahan identitas mereka, atau merasa kehilangan kendali atas hidup mereka. Perasaan-perasaan ini dapat berkontribusi pada pengembangan depresi postpartum.

Baca juga: Tanda-Tanda Percobaan Bunuh Diri Dan Cara Mengatasinya

Faktor Resiko dan Gejala

Depresi Postpartum
Source: Pexels

Depresi postpartum adalah kondisi serius yang dapat mempengaruhi ibu baru. Berikut adalah beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan seorang ibu mengalami depresi postpartum:

  • Riwayat Gangguan Depresi: Wanita yang memiliki riwayat depresi atau gangguan mood lainnya sebelum kehamilan memiliki risiko lebih tinggi mengalami depresi postpartum.
  • Riwayat Gangguan Bipolar: Jika seorang wanita memiliki riwayat gangguan bipolar, risiko untuk depresi postpartum meningkat.
  • Depresi Postpartum Sebelumnya: Wanita yang mengalami depresi postpartum pada kehamilan sebelumnya cenderung memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kondisi yang sama pada kehamilan berikutnya.
  • Stresor Emosional dan Psikis: Mengalami kejadian berat atau traumatis dalam tahun terakhir, seperti kematian anggota keluarga, bisa meningkatkan risiko depresi postpartum.
  • Bayi dengan Kebutuhan Khusus: Jika bayi lahir dengan kondisi kesehatan khusus atau kebutuhan khusus, ini dapat menambah tekanan emosional pada ibu.
  • Kehamilan Multipel: Memiliki bayi kembar atau triplet dapat menimbulkan tantangan dan tekanan tambahan, meningkatkan risiko depresi postpartum.
  • Kesulitan dalam Memberikan ASI: Kesulitan atau tekanan dalam menyusui bisa menjadi faktor stres yang signifikan bagi beberapa ibu.
  • Masalah Hubungan dengan Pasangan: Konflik atau masalah dalam hubungan dengan pasangan dapat meningkatkan risiko depresi postpartum.
  • Masalah Finansial: Tekanan finansial, terutama menjelang persalinan, dapat menjadi faktor stres yang berkontribusi pada depresi postpartum.
  • Kehamilan yang Tidak Terencana: Kehamilan yang tidak direncanakan atau tidak diharapkan dapat meningkatkan risiko depresi postpartum karena stres dan ketidakpastian yang mungkin timbul.

Meskipun memiliki beberapa kesamaan dengan baby blues syndrome, depresi postpartum lebih intens dan bertahan lebih lama. Berikut adalah gejala umum dari depresi postpartum:

  • Gangguan Perubahan Mood: Perubahan mood yang tiba-tiba dan ekstrem, sering kali tanpa pemicu yang jelas.
  • Kecemasan: Perasaan cemas yang berlebihan, yang mungkin tidak terkait dengan kesejahteraan bayi.
  • Perasaan Sedih yang Mendalam: Perasaan sedih yang berkepanjangan dan sering tanpa alasan yang jelas.
  • Sensitivitas Emosional: Reaksi emosional yang berlebihan terhadap situasi atau komentar.
  • Perasaan Bersalah: Perasaan bersalah yang berlebihan, seringkali terkait dengan peran atau kemampuan sebagai ibu.
  • Menangis Berlebihan: Menangis tanpa alasan yang jelas atau karena hal-hal kecil.
  • Penurunan Konsentrasi: Kesulitan untuk berkonsentrasi atau membuat keputusan.
  • Gangguan Makan: Perubahan pola makan, seperti kehilangan nafsu makan atau makan berlebihan.
  • Gangguan Tidur: Sulit tidur (insomnia) atau terlalu banyak tidur, bahkan saat bayi sedang tidur.
  • Menjauh dari Keluarga: Menarik diri dari keluarga dan teman-teman.
  • Kesulitan dalam Merawat Bayi: Kesulitan untuk berinteraksi atau merawat bayi dengan baik.

Baca juga: Logoterapi Untuk Meningkatkan Meaning Of Life

Pentingnya Membedakan Baby Blues dan Depresi Postpartum

Depresi Postpartum
Source: Pexels

Baby blues syndrome merupakan kondisi emosional yang singkat dan biasanya ringan, dialami banyak ibu baru. Namun, penting untuk membedakan baby blues dari depresi postpartum. Baby blues biasanya muncul hanya beberapa hari hingga seminggu setelah melahirkan, sementara depresi postpartum lebih parah dan berlangsung lebih lama.

Penting bagi ibu dan keluarganya untuk memahami faktor-faktor yang menyebabkan depresi pasca persalinan. Dengan mengetahui hal ini, mereka dapat mencari dukungan dan bantuan yang diperlukan untuk secara efektif mengatasi kondisi ini.

Berikut adalah dua pendekatan utama dalam pengobatan depresi postpartum:

1. Psikoterapi

Tujuan Psikoterapi: Terapi ini bertujuan untuk membantu individu memahami dan mengatasi masalah yang mendasari depresi. Ini termasuk membahas stresor, perasaan, dan masalah perilaku.

  • Format Sesi: Sesi psikoterapi dapat dilakukan secara individu, pasangan, atau dalam kelompok. Ini memberikan ruang aman bagi ibu atau ayah untuk membicarakan masalah mereka dengan seorang profesional.
  • Manfaat: Psikoterapi membantu dalam mengembangkan strategi coping, meningkatkan pemahaman emosional, dan memberikan dukungan emosional.

2. Obat Antidepresan

  • Penggunaan: Antidepresan diresepkan oleh dokter dan sering digunakan ketika gejala depresi lebih parah atau tidak membaik hanya dengan psikoterapi.
  • Keamanan dengan Menyusui: Banyak antidepresan dianggap aman untuk digunakan selama menyusui. Dokter biasanya akan mempertimbangkan keseimbangan antara manfaat obat dan potensi risiko.
  • Efek Samping pada Bayi: Meskipun sebagian kecil obat bisa masuk ke dalam ASI, banyak studi menunjukkan bahwa ini tidak berbahaya bagi bayi.

3. Konsultasi dengan Profesional Kesehatan

  • Evaluasi Individual: Setiap kasus depresi postpartum unik, dan penting untuk berkonsultasi dengan dokter atau tenaga kesehatan mental untuk evaluasi dan rekomendasi pengobatan yang sesuai.
  • Pendekatan Holistik: Pengobatan sering kali lebih efektif ketika melibatkan pendekatan holistik, termasuk dukungan emosional, strategi coping, dan mungkin perubahan gaya hidup.

Pengobatan untuk depresi postpartum harus disesuaikan dengan kebutuhan individu. Penting untuk mendiskusikan semua opsi dengan psikolog dan dokter, termasuk efek samping potensial dari obat dan bagaimana ini mungkin mempengaruhi ibu dan bayi. 

Baca juga: Pengertian Physical Touch, Macam Dan Caranya