Mengenal Psikologi Forensik dan Bedanya Dengan Dokter Forensik

Facebook
LinkedIn
WhatsApp
Twitter
Mengenal Psikologi Forensik dan Bedanya Dengan Dokter Forensik

Psikologi forensik adalah cabang dari psikologi yang menggabungkan prinsip-prinsip psikologi dengan sistem hukum dan peradilan. Psikologi forensik berfokus pada penerapan teori, konsep, dan praktik psikologi dalam konteks hukum, seperti membantu penyelidikan kriminal, memberikan kesaksian ahli di pengadilan, menilai kejiwaan tersangka atau terdakwa, serta memahami motif dan pola perilaku kriminal.

Apa yang Dilakukan Psikologi Forensik

Sumber: Pexels
  1. Penilaian Psikologis: Melakukan evaluasi terhadap individu untuk menentukan kondisi mental mereka, kapasitas untuk berdiri di pengadilan, atau apakah mereka dapat dianggap bertanggung jawab atas tindakan kriminal mereka.
  2. Kesaksian Ahli: Memberikan opini profesional di pengadilan mengenai kondisi mental terdakwa atau korban, atau tentang isu-isu psikologis yang relevan dengan kasus.
  3. Profil Kriminal: Membantu penegak hukum dalam memahami profil psikologis pelaku kriminal untuk memprediksi tindakan mereka atau mengidentifikasi tersangka potensial.
  4. Mediasi dan Resolusi Konflik: Membantu dalam mediasi antara pihak-pihak yang bersengketa dan memberikan rekomendasi untuk resolusi konflik yang melibatkan aspek psikologis.

Psikologi forensik menjadi penting karena banyak kasus hukum yang melibatkan aspek-aspek psikologis yang kompleks, dan keahlian di bidang ini dapat membantu dalam mencapai keadilan yang lebih tepat.

Apa Bedanya Dokter Forensik dan Psikologi Forensik

Sumber: Pexels

Dokter forensik dan psikolog forensik adalah dua profesi yang berperan dalam bidang hukum, namun memiliki fokus dan keahlian yang berbeda. Berikut perbedaan utama antara keduanya:

1. Fokus dan Keahlian

  • Dokter Forensik (Forensic Pathologist):
    • Dokter forensik adalah seorang dokter yang memiliki spesialisasi dalam patologi forensik. Mereka fokus pada pemeriksaan tubuh korban untuk menentukan penyebab kematian, waktu kematian, dan berbagai faktor lain yang berhubungan dengan kematian seseorang, terutama dalam kasus-kasus kriminal.
    • Mereka melakukan otopsi, menganalisis cedera, dan mempelajari bukti biologis untuk membantu penyelidikan kejahatan.
    • Dokter forensik bekerja erat dengan polisi, jaksa, dan penyelidik lainnya untuk memberikan bukti fisik dan medis yang relevan di pengadilan.
  • Psikolog Forensik (Forensic Psychologist):
    • Psikolog forensik adalah seorang ahli psikologi yang menerapkan prinsip-prinsip psikologi dalam konteks hukum dan peradilan. Mereka fokus pada penilaian psikologis individu yang terlibat dalam sistem hukum, seperti tersangka, terdakwa, korban, atau saksi.
    • Mereka melakukan evaluasi mental, memberikan kesaksian ahli tentang kondisi psikologis, menilai kompetensi tersangka untuk diadili, dan memahami perilaku kriminal.
    • Psikolog forensik juga dapat bekerja dalam mediasi, penilaian risiko, dan profil kriminal untuk membantu penegakan hukum.

2. Pendidikan dan Pelatihan

  • Dokter Forensik:
    • Harus menyelesaikan pendidikan kedokteran dan mendapatkan gelar dokter (MD atau setara), kemudian melanjutkan pelatihan spesialisasi dalam patologi dan forensik.
    • Pelatihan ini mencakup otopsi, patologi klinis, dan prosedur forensik lainnya.
  • Psikolog Forensik:
    • Harus memiliki gelar dalam psikologi (umumnya PhD atau PsyD), dengan spesialisasi dalam psikologi forensik atau bidang yang terkait.
    • Mereka dilatih dalam penilaian psikologis, konseling, dan penelitian yang terkait dengan hukum dan kriminalitas.

3. Lingkup Kerja

  • Dokter Forensik:
    • Terlibat dalam penyelidikan kejahatan melalui analisis fisik dan medis, terutama dalam kasus kematian yang mencurigakan atau tidak wajar.
    • Berfokus pada bukti fisik seperti cedera, luka, dan tanda-tanda kematian.
  • Psikolog Forensik:
    • Terlibat dalam penilaian mental dan psikologis individu dalam berbagai kasus hukum, baik kriminal maupun perdata.
    • Berfokus pada aspek mental dan perilaku yang mungkin relevan dengan kasus hukum.

4. Peran di Pengadilan

  • Dokter Forensik:
    • Memberikan kesaksian ahli tentang temuan fisik dari otopsi dan analisis medis lainnya, yang dapat digunakan untuk menentukan penyebab kematian atau cedera.
  • Psikolog Forensik:
    • Memberikan kesaksian ahli mengenai kondisi mental atau psikologis individu yang terlibat dalam kasus hukum, seperti kompetensi untuk diadili atau dampak psikologis pada korban.

Kedua profesi ini bekerja sama dalam konteks hukum tetapi memiliki pendekatan yang sangat berbeda sesuai dengan keahlian mereka masing-masing.

Cek Psikolog yang berpengalaman intervensi forensik psikologi.

Apa Itu Tes Psikologi Forensik

Sumber: Pexels

Tes psikologi forensik adalah serangkaian penilaian dan evaluasi psikologis yang digunakan untuk memahami aspek-aspek mental, emosional, dan perilaku individu dalam konteks hukum dan peradilan. Tes ini dilakukan oleh psikolog forensik untuk membantu menentukan berbagai faktor yang relevan dengan kasus hukum, seperti kompetensi untuk diadili, keadaan mental terdakwa saat melakukan tindak kriminal, atau risiko kekambuhan perilaku kriminal.

Tujuan Tes Psikologi Forensik

Tes ini biasanya digunakan untuk:

  1. Menilai Kompetensi: Memastikan apakah seorang terdakwa memiliki kapasitas mental yang cukup untuk memahami proses hukum dan membantu dalam pembelaannya.
  2. Evaluasi Kejiwaan: Menilai keadaan mental individu pada saat melakukan tindak kriminal untuk menentukan apakah mereka dapat bertanggung jawab atas perbuatannya.
  3. Penilaian Risiko: Menilai kemungkinan seseorang akan melakukan tindak kriminal di masa depan atau risiko kekerasan.
  4. Evaluasi Dampak Psikologis: Menilai dampak psikologis pada korban atau saksi, seperti trauma atau gangguan stres pasca-trauma (PTSD).

Jenis Tes yang Digunakan

Beberapa tes yang sering digunakan dalam psikologi forensik meliputi:

  1. Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI-2)
    • Tes ini digunakan untuk menilai kepribadian dan mengidentifikasi gangguan psikologis yang mungkin relevan dalam konteks hukum.
  2. Competency to Stand Trial Assessments
    • Serangkaian tes yang menilai apakah seorang terdakwa memiliki pemahaman yang cukup tentang proses pengadilan dan kemampuan untuk bekerja sama dengan pengacara mereka.
  3. Risk Assessment Instruments
    • Tes seperti HCR-20 atau PCL-R digunakan untuk menilai risiko kekerasan atau kemungkinan pelaku akan melakukan tindak kriminal lagi di masa depan.
  4. Insanity Defense Evaluations
    • Tes dan wawancara yang menilai apakah seorang terdakwa memiliki gangguan mental yang parah yang mungkin membebaskan mereka dari tanggung jawab pidana berdasarkan alasan kegilaan.
  5. Child Custody Evaluations
    • Digunakan dalam kasus perceraian atau hak asuh anak untuk menilai kesehatan mental orang tua dan dampaknya terhadap anak.
  6. Polygraph Test (Lie Detector)
    • Meskipun kontroversial, tes ini kadang-kadang digunakan untuk menilai apakah seseorang jujur dalam jawabannya selama penyelidikan.

Proses Tes

Tes psikologi forensik melibatkan:

  • Wawancara Klinis: Psikolog mewawancarai individu untuk memahami latar belakang, sejarah mental, dan perilaku mereka.
  • Penilaian Formal: Menggunakan alat tes standar dan terukur untuk mengumpulkan data objektif tentang kondisi psikologis individu.
  • Pengamatan: Psikolog mungkin mengamati perilaku individu dalam situasi tertentu.
  • Review of Records: Psikolog akan meninjau catatan medis, kriminal, atau dokumen lain yang relevan untuk menambah konteks pada penilaian.

Penggunaan Hasil

Hasil dari tes psikologi forensik digunakan oleh pengadilan, pengacara, atau lembaga hukum lainnya untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan kasus. Misalnya, hasil tes dapat membantu dalam menentukan apakah seorang terdakwa layak untuk diadili atau harus ditempatkan dalam perawatan kesehatan mental.

Tes psikologi forensik menjadi alat penting dalam memastikan bahwa aspek psikologis dari individu yang terlibat dalam sistem hukum dipertimbangkan dengan cermat untuk mencapai hasil yang adil dan tepat.

Baca juga: Bagaimana Teori Psikoanalisis Sigmund Freud dapat Membantu Memahami Perilaku Manusia?