Pernahkah Anda berada dalam situasi sosial yang canggung, jantung berdebar, telapak tangan berkeringat, dan perasaan ingin segera menghilang? Aneh bukan, dalam kondisi seperti ini, kita justru cenderung bersikap sangat ramah dan memberikan respons yang terdengar generik kepada orang lain. Kenapa bisa begitu?
Seorang psikolog sosial Tessa West yang telah mempelajari interaksi sosial yang tidak nyaman selama lebih dari 20 tahun mengungkapkan bahwa momen-momen seperti ini sering kali tidak memiliki “skrip sosial” yang jelas. Akibatnya, banyak dari kita lebih memilih bersikap “baik” daripada mengatakan yang sebenarnya. Fenomena ini disebut “anxious niceness” atau kebaikan yang timbul dari kecemasan.
Kebiasaan yang Tidak Disadari: Bersikap Ramah Ketika Tidak Nyaman
Dalam studi yang dilakukan di laboratorium, para peserta dihadapkan pada berbagai situasi sosial yang menantang, seperti negosiasi, memberi feedback pada rekan kerja, hingga berinteraksi lintas budaya. Hasilnya menunjukkan pola yang hampir sama:
1. Respons Fisiologis
Dalam 20 detik pertama, detak jantung meningkat, tekanan darah naik, dan tubuh merespons stres secara otomatis.
2. Bahasa Tubuh
Para peserta mulai menghindari kontak mata, bermain dengan tangan, atau menarik kursi sedikit menjauh dari lawan bicara. Bahkan, dalam interaksi dokter-pasien, dokter yang merasa tidak nyaman lebih sering melihat layar komputer daripada menatap pasien.
3. Respons Verbal
Alih-alih memberikan umpan balik yang jujur, para peserta seringkali memuji dengan cara yang sangat umum seperti, “Kamu sudah melakukan yang terbaik” atau “Cara kamu membuat penawaran tadi sangat mengesankan,” meskipun kenyataannya tidak demikian.
Dampak “Kebaikan Canggung” pada Orang Lain
Dampak dari perilaku ini sering kali lebih signifikan daripada yang kita bayangkan. Mereka yang menerima feedback generik atau terlalu positif, terutama dari kelompok minoritas atau kelompok yang merasa kurang diuntungkan, bisa merasakan kecemasan yang menular dari lawan bicara mereka. Studi menunjukkan bahwa stres dan kecemasan bisa menular secara fisiologis, yang berarti tubuh kita dapat menyinkronkan reaksi dengan orang lain dalam interaksi sosial.
Selain itu, feedback yang terlalu “manis” dapat berdampak buruk pada performa seseorang. Ketidakjujuran ini membuat penerima feedback sulit mengetahui kesalahan yang perlu diperbaiki, sehingga menghambat perkembangan mereka. Bahkan, jika digunakan dalam referensi kerja atau surat rekomendasi, respons yang terlalu umum seperti “Mereka pekerja keras dan menyenangkan” bisa menimbulkan kesan negatif.
Mengubah Budaya Feedback: Dari Sekadar Baik ke Jujur dan Bermanfaat
Lalu, apakah solusinya adalah menjadi lebih kasar dalam memberikan kritik? Tidak. Ada tiga langkah yang bisa kita ambil untuk menciptakan budaya feedback yang lebih jujur tanpa kehilangan rasa hormat:
1. Pahami Preferensi Feedback
Tidak semua orang menikmati pujian generik. Banyak yang lebih menghargai kritik yang spesifik dan berguna. Sebelum memberi feedback, tanyakan pada diri sendiri, “Apakah ini akan membantu orang tersebut berkembang?”
2. Gunakan Pendekatan Dimensi
Daripada bertanya langsung, “Haruskah saya jujur atau tetap baik?” tanyakan pada penerima, “Bisakah saya memberikan umpan balik berdasarkan dua dimensi: hal yang berjalan baik dan hal yang perlu dihentikan?” Pendekatan ini membantu membuka ruang untuk diskusi yang lebih produktif.
3. Bangun Siklus Positif
Feedback adalah interaksi dua arah. Untuk memutus siklus kebaikan canggung, kita perlu membiasakan diri memberikan respons yang jujur namun konstruktif, sehingga orang lain juga merasa nyaman memberikan tanggapan serupa.
Dalam budaya kerja dan hubungan sosial, terlalu baik tidak selalu baik. Kebaikan yang dilandasi kecemasan justru dapat merusak reputasi, performa, dan bahkan kesehatan psikologis seseorang. Dengan berlatih memberikan umpan balik yang jujur, spesifik, dan bernilai, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih mendukung dan saling berkembang. Jadi, lain kali saat Anda merasa canggung, ingatlah bahwa kejujuran, jika disampaikan dengan baik, selalu lebih dihargai.