Hoarding Disorder, Ketika Menimbun Barang Menjadi Petaka

Facebook
LinkedIn
WhatsApp
Twitter
Hoarding Disorder, Ketika Menimbun Barang Menjadi Petaka

Hoarding adalah kondisi psikologis di mana seseorang memiliki kesulitan dalam menyingkirkan barang-barang mereka, sering kali mengumpulkan barang-barang dalam jumlah besar hingga memenuhi ruang hidup mereka. Ini bukan hanya tentang memiliki banyak barang, tetapi juga terkait dengan ketidakmampuan untuk melepaskan barang-barang tersebut meskipun mereka tidak lagi berguna atau relevan.

Beberapa ciri khas dari hoarding meliputi:

  1. Kumpul Barang: Mengumpulkan barang-barang yang tidak penting atau tidak diperlukan, sering kali dalam jumlah yang sangat banyak.
  2. Kesulitan Melepaskan: Kesulitan yang signifikan dalam melepaskan barang, bahkan jika barang tersebut tidak memiliki nilai praktis atau emosional yang jelas.
  3. Gangguan Fungsi: Ruang hidup menjadi tidak teratur dan tidak dapat digunakan dengan benar karena barang-barang yang menumpuk, mengganggu aktivitas sehari-hari.
  4. Ketidaknyamanan Emosional: Merasa tertekan, cemas, atau marah ketika mencoba atau dipaksa untuk mengurangi jumlah barang.

Hoarding sering kali dapat berhubungan dengan masalah kesehatan mental lainnya, seperti gangguan kecemasan, depresi, atau gangguan obsesif-kompulsif (OCD). Penanganan hoarding biasanya melibatkan terapi psikologis dan, dalam beberapa kasus, dukungan dari profesional kesehatan mental untuk membantu individu mengatasi tantangan ini dan meningkatkan kualitas hidup mereka.

Apa Dampak Hoarding Disorder?

Sumber: Pexels

Hoarding disorder dapat memiliki berbagai dampak negatif pada kehidupan seseorang, baik secara fisik, emosional, maupun sosial. Berikut beberapa dampaknya:

  1. Kesehatan Fisik:
    • Risiko Kesehatan: Penumpukan barang dapat menimbulkan risiko kesehatan, seperti masalah pernapasan akibat debu, jamur, atau kontaminasi dari barang-barang yang sudah membusuk.
    • Kecelakaan: Ruang yang terhalang oleh barang dapat menyebabkan kecelakaan, seperti terjatuh atau terluka akibat barang-barang yang menumpuk.
  2. Kesehatan Mental:
    • Stres dan Kecemasan: Keterpaksaan untuk mengumpulkan barang dan ketidakmampuan untuk melepaskan dapat menyebabkan tingkat stres dan kecemasan yang tinggi.
    • Depresi: Hoarding sering dikaitkan dengan depresi, karena perasaan malu atau frustrasi akibat kondisi mereka dapat memperburuk suasana hati.
  3. Kualitas Hidup:
    • Ruangan yang Tidak Fungsional: Ruang hidup menjadi tidak nyaman dan tidak dapat digunakan dengan baik, yang mengganggu aktivitas sehari-hari.
    • Kehidupan Sosial: Kesulitan untuk menjaga rumah dalam kondisi yang dapat diterima dapat menyebabkan isolasi sosial, karena orang dengan hoarding mungkin merasa malu untuk menerima tamu atau terlibat dalam aktivitas sosial.
  4. Hubungan:
    • Konflik Keluarga: Hoarding dapat menyebabkan ketegangan dan konflik dalam hubungan keluarga atau dengan teman-teman, terutama jika orang lain merasa tertekan oleh kondisi rumah atau perbedaan dalam pandangan mengenai barang-barang.
    • Kurangnya Dukungan: Isolasi sosial akibat hoarding dapat mengurangi dukungan sosial yang tersedia, membuat individu merasa lebih sendirian dan kesulitan dalam mengatasi masalah.
  5. Keamanan:
    • Kebakaran: Penumpukan barang dapat meningkatkan risiko kebakaran karena bahan mudah terbakar, seperti kertas atau kain, dapat menumpuk dan menyulitkan evakuasi saat terjadi kebakaran.
    • Kebersihan dan Hama: Ruang yang penuh dengan barang dapat menjadi tempat berkembang biaknya hama dan kutu, serta menyebabkan masalah kebersihan yang lebih besar.

Mengatasi hoarding disorder sering memerlukan bantuan profesional, termasuk terapi kognitif perilaku (CBT) dan dukungan dari keluarga serta teman. Terapi dapat membantu individu mengembangkan keterampilan untuk mengelola impuls mereka, mengurangi ketergantungan pada barang, dan meningkatkan kualitas hidup mereka secara keseluruhan.

Apakah Hoarding Disorder Termasuk OCD?

Sumber: Pexels

Hoarding Disorder ditandai dengan kesulitan yang signifikan dalam melepaskan barang, serta kecenderungan untuk mengumpulkan barang secara berlebihan. Penumpukan barang ini menyebabkan gangguan dalam fungsi sehari-hari dan mengakibatkan ruang hidup yang tidak nyaman dan tidak dapat digunakan dengan baik. Kecemasan yang dialami oleh seseorang dengan hoarding disorder biasanya berfokus pada ketidakmampuan untuk menyingkirkan barang dan dampak praktis dari penumpukan barang tersebut.

OCD (Obsessive-Compulsive Disorder), di sisi lain, ditandai oleh adanya obsesi, yaitu pikiran, gambar, atau dorongan yang mengganggu dan tidak diinginkan, serta kompulsi, yaitu perilaku berulang atau ritual yang dilakukan untuk meredakan kecemasan akibat obsesi. Kecemasan dalam OCD berkisar pada obsesi dan kompulsi spesifik, seperti ketakutan akan kuman yang menyebabkan seseorang melakukan ritual mencuci tangan secara berulang. OCD tidak selalu menyebabkan penumpukan barang, melainkan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan.

Hubungan Antara Hoarding Disorder dan OCD

Sumber: Pexels

Ada beberapa tumpang tindih antara hoarding disorder dan OCD, tetapi keduanya adalah gangguan yang berbeda. Beberapa orang dengan hoarding disorder mungkin juga mengalami gejala OCD, namun tidak semua orang dengan hoarding disorder memiliki OCD, dan sebaliknya. 

Dalam DSM-5 (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders), hoarding disorder kini dianggap sebagai gangguan terpisah dan tidak lagi dikategorikan sebagai bagian dari OCD. Sebelumnya, hoarding disorder termasuk dalam kategori OCD, tetapi saat ini dianggap sebagai gangguan yang berdiri sendiri dengan ciri-ciri khasnya. 

Jika seseorang mengalami gejala dari salah satu atau kedua kondisi ini, konsultasi dengan profesional kesehatan mental dapat membantu dalam diagnosis dan pengelolaan yang tepat.

Baca juga: Konseling Remaja dan Permasalahannya

Kebalikan Hoarding Disorder

Sumber: Pexels

Kebalikan dari hoarding disorder adalah minimalisme. Dalam gaya hidup minimalis, seseorang mengutamakan pengurangan barang dan hanya menyimpan item yang benar-benar penting atau memiliki nilai signifikan. 

Ruang hidup mereka biasanya sederhana, teratur, dan bebas dari kekacauan, menciptakan lingkungan yang bersih dan terfokus. Minimalisme juga melibatkan kesadaran akan nilai-nilai pribadi dan menghindari konsumsi berlebihan. 

Dengan memilih barang yang memiliki makna dan menghindari penumpukan, seseorang dapat menciptakan ruang yang lebih terbuka dan nyaman, berlawanan dengan penumpukan barang yang terjadi pada hoarding disorder.

Baca juga: Apa Itu Tujuan Karir: Jawaban, Pengertian, dan Contohnya