Cara Berteman dengan Stress

Facebook
LinkedIn
WhatsApp
Twitter
Cara Berteman dengan Stress

Stres adalah kata yang sering kali kita hindari, namun ternyata memiliki dimensi yang lebih kompleks daripada yang selama ini kita bayangkan. stres adalah musuh yang harus dihindari. Namun, setelah dilakukan penelitian dan refleksi lebih dalam oleh Kelly McGonigal, ternyata cara kita memandang stres bisa jadi lebih berbahaya daripada stres itu sendiri. 

Dalam artikel ini, akan dibahas bagaimana pandangan terhadap stres bisa mempengaruhi kesehatan fisik dan mental serta bagaimana perspektif tersebut dapat diubah demi hidup yang lebih sehat dan bahagia.

Apa Itu Stres dan Dampaknya pada Kesehatan

Stres adalah respons fisiologis tubuh terhadap tekanan yang datang dari lingkungan sekitar. Biasanya, stres dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan, mulai dari flu biasa hingga penyakit jantung. Selama bertahun-tahun, banyak yang menganggap stres sebagai faktor yang merugikan bagi kesehatan tubuh. Namun, apakah pandangan ini benar?

Sebuah penelitian yang melibatkan lebih dari 30.000 orang di Amerika Serikat selama delapan tahun mengungkapkan hasil yang mengejutkan. Penelitian ini menanyakan seberapa banyak stres yang dirasakan oleh para partisipan dalam setahun terakhir dan apakah mereka percaya bahwa stres berdampak buruk bagi kesehatan mereka. Hasilnya menunjukkan bahwa orang-orang yang merasa stres berat dan percaya bahwa stres itu berbahaya memiliki risiko kematian 43% lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak memandang stres sebagai hal yang merugikan.

Yang menarik, orang-orang yang mengalami banyak stres tetapi tidak percaya bahwa stres itu berbahaya, tidak menunjukkan peningkatan risiko kematian. Mereka bahkan menunjukkan tingkat kematian yang lebih rendah dibandingkan mereka yang mengalami sedikit stres. Penelitian ini menunjukkan bahwa keyakinan tentang stres, lebih dari stres itu sendiri, yang dapat mempengaruhi kesehatan seseorang.

Mengubah Cara Pandang tentang Stres: Membuat Stres Bekerja untuk Anda

Menyadari hal ini, muncul pertanyaan besar: Bisakah cara pandang terhadap stres diubah untuk meningkatkan kesehatan? Jawabannya adalah ya. Penelitian menunjukkan bahwa pandangan terhadap stres dapat mempengaruhi respons tubuh terhadap stres itu sendiri.

Sebagai contoh, dalam sebuah studi di Harvard University, peserta diberi ujian stres sosial, yaitu memberikan pidato singkat di depan panel evaluator. Selama ujian, mereka diminta untuk menyelesaikan tes matematika yang penuh tekanan. Biasanya, respons tubuh terhadap stres, seperti detak jantung yang meningkat dan pernapasan yang lebih cepat, dianggap sebagai tanda kecemasan. Namun, jika seseorang mengubah pandangan dan melihat respons tersebut sebagai tanda tubuh yang siap menghadapi tantangan, respons fisik yang terjadi justru menjadi lebih sehat.

Peserta yang diberi tahu untuk melihat respons stres mereka sebagai sesuatu yang positif, seperti detak jantung yang mempersiapkan tubuh untuk bertindak dan napas yang lebih cepat untuk mengirimkan oksigen ke otak, merasa lebih percaya diri dan lebih mampu mengatasi stres. Selain itu, respon tubuh mereka terhadap stres, terutama pada pembuluh darah, menunjukkan profil yang lebih sehat, yang mirip dengan kondisi saat seseorang merasakan kebahagiaan atau keberanian.

Kekuatan Oxytocin

Selain dampak stres pada tubuh, ada sisi lain yang tak kalah penting, yaitu dampaknya pada hubungan sosial. Salah satu hormon yang terlibat dalam respons stres adalah oksitosin, yang dikenal sebagai “hormon pelukan”. Oksitosin tidak hanya dirilis saat seseorang berpelukan, tetapi juga sebagai bagian dari respons tubuh terhadap stres.

Ketika seseorang merasa tertekan, oksitosin mendorong untuk mencari dukungan sosial. Hormon ini juga memfasilitasi empati, menjadikan individu lebih peduli terhadap orang lain. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa orang-orang yang menghabiskan waktu untuk membantu orang lain, meskipun mengalami stres, tidak menunjukkan peningkatan risiko kematian yang terkait dengan stres. Ini membuktikan bahwa membangun hubungan sosial yang lebih kuat dapat menciptakan ketahanan terhadap stres.

Selain itu, oksitosin juga berperan melindungi sistem kardiovaskular, membantu pembuluh darah tetap rileks selama stres, serta memperbaiki kerusakan pada jantung yang disebabkan oleh stres. Kekuatan sosial ini menjadi bagian penting dari ketahanan tubuh terhadap dampak negatif stres.

Stres sebagai Alat untuk Membangun Ketahanan

Menghadapi stres memang tidak mudah, dan tidak ada yang berharap untuk lebih banyak mengalami stres dalam hidup. Namun, dengan mengubah cara pandang terhadap stres, manfaat kesehatan yang luar biasa bisa diraih. Ketika seseorang memilih untuk melihat stres sebagai sesuatu yang dapat membantu tumbuh dan berkembang, tubuh akan merespons dengan cara yang lebih sehat dan lebih produktif.

Lebih lagi, melalui hubungan sosial yang lebih kuat, seseorang dapat menciptakan ketahanan terhadap stres. Mencari dukungan dari orang lain atau bahkan memberikan dukungan pada mereka yang membutuhkan, akan memperkuat respons tubuh terhadap tekanan, menjadikannya lebih efektif dan lebih cepat pulih.

Pendekatan terhadap stres ini perlu diperbarui. Stres bukan lagi musuh yang harus dimusnahkan, tetapi alat yang dapat digunakan untuk tumbuh lebih kuat, lebih baik, dan lebih sehat. Pandangan tentang stres mempengaruhi bagaimana tubuh meresponsnya, dan dengan mengubah cara pandang, seseorang dapat menciptakan respons fisik yang lebih sehat.

Jadi, di masa depan, ketika jantung berdegup lebih kencang atau napas menjadi cepat karena stres, ingatlah untuk mengubah cara pandang. Lihat itu sebagai tanda tubuh sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan, bukan sesuatu yang harus ditakuti. Dengan mengubah pengalaman stres, seseorang tidak hanya menjadi lebih baik dalam menghadapinya, tetapi juga membangun ketahanan yang lebih besar untuk masa depan.

Baca juga: Fenomena Self-Diagnosis: Pengaruh TikTok dan Instagram terhadap Kesehatan Mental