Pernahkah Anda merasakan manisnya awal percakapan yang seru, obrolan yang makin intens, lalu tiba-tiba semuanya berhenti begitu saja? Pesan tak terbalas, janji menguap tanpa alasan jelas, dan akhirnya Anda disisakan dengan tanda tanya besar: kenapa semua ini bisa terjadi? Ini adalah fenomena yang kita kenal dengan istilah ghosting.
Meski seolah sepele, ghosting seringkali meninggalkan luka emosional yang mendalam. Tapi, apa sebenarnya yang membuat ghosting begitu menyakitkan? Mari kita telusuri alasan psikologis di balik perasaan ini dengan menggunakan beberapa teori yang bisa menggambarkan dampak ghosting pada psikologi seseorang.
1. Teori Keterikatan (Attachment Theory)
Teori keterikatan, atau attachment theory, menjelaskan bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan dasar untuk menjalin keterikatan dengan orang lain sebagai bentuk rasa aman. Jika hubungan kita diibaratkan tali pengaman, maka ghosting adalah situasi di mana tali tersebut tiba-tiba putus. Bayangkan Anda sedang memanjat tebing dengan tali pengaman yang mendadak terputus — perasaan panik dan tidak aman itulah yang mungkin Anda rasakan saat di-ghosting.
Ketika seseorang yang sebelumnya ada dalam hidup kita tiba-tiba menghilang tanpa penjelasan, kita kehilangan tali pengaman emosional itu. Ketidakpastian ini membuat kita merasa terjebak dalam rasa cemas dan ketidakamanan. Otak kita secara alami merespons dengan mencari jawaban dan penjelasan, sehingga timbullah rasa sakit emosional yang kadang sama kuatnya dengan rasa sakit fisik.
2. Ketidakpastian yang Memperburuk Rasa Sakit
Penguatan intermiten adalah konsep dalam psikologi yang menunjukkan bahwa sesuatu yang terjadi secara tidak konsisten atau acak seringkali memiliki dampak yang lebih kuat. Dalam hal ghosting, seseorang kadang membalas pesan atau menunjukkan minat, lalu tiba-tiba menghilang. Ini menciptakan harapan yang tidak pasti — seperti bermain mesin slot yang kadang memberikan kemenangan kecil, tapi seringkali tidak.
Bayangkan Anda menunggu dalam antrian yang kadang-kadang bergerak maju, tapi seringkali diam di tempat, tanpa tahu kapan giliran Anda tiba. Penguatan intermiten membuat kita sulit “move on” karena ada harapan tersembunyi bahwa mereka mungkin akan kembali atau memberi kabar. Ini memperburuk rasa sakit akibat ghosting dan membuatnya terasa lebih sulit untuk dilupakan.
3. Penolakan Sosial dan Efeknya pada Harga Diri
Saat di-ghosting, banyak orang secara otomatis mulai mempertanyakan harga diri dan nilai mereka. “Apakah aku kurang menarik?” atau “Apa ada yang salah denganku?” adalah pikiran yang sering muncul. Fenomena ini terjadi karena manusia, secara psikologis, terprogram untuk mencari penerimaan dari kelompok sosialnya.
Penolakan sosial, seperti halnya ghosting, dapat memicu respons yang sangat mendalam pada otak kita. Studi menunjukkan bahwa rasa sakit akibat penolakan sosial diaktifkan oleh area otak yang sama dengan rasa sakit fisik. Jadi, tidak heran jika di-ghosting bisa benar-benar terasa menyakitkan, sama seperti terluka secara fisik.
4. Pikiran yang Terus Mencari Alasan
Otak kita adalah mesin pemecah masalah alami. Ketika ada sesuatu yang terjadi tanpa alasan jelas, seperti ghosting, pikiran kita bekerja ekstra keras untuk mencoba memahami apa yang salah. Seolah-olah kita sedang mengisi teka-teki yang potongan gambarnya hilang. Tindakan ini dinamakan rumination, atau kebiasaan memikirkan hal yang sama berulang kali tanpa solusi.
Pikiran yang terus mencari jawaban akan menambah tingkat kecemasan, frustasi, dan bahkan depresi. Ghosting seperti melempar teka-teki besar tanpa memberikan petunjuk penyelesaian, dan inilah mengapa orang sering terjebak dalam pikiran-pikiran obsesif setelah mengalami ghosting.
Menghadapi Ghosting: Cara Meredakan Luka Emosional
Meski ghosting menyakitkan, ada beberapa cara yang bisa membantu Anda melepaskan diri dari dampaknya:
- Sadari Bahwa Ini Bukan Salah Anda: Ghosting lebih sering mencerminkan kurangnya kedewasaan emosional orang lain, bukan diri Anda.
- Kelola Harapan dengan Realistis: Setiap orang punya hak untuk memilih jalan hidup mereka, termasuk pilihan untuk tidak melanjutkan komunikasi. Pahami bahwa tidak semua hubungan akan berjalan seperti yang diharapkan.
- Berlatih Self-compassion atau Belas Kasih Pada Diri Sendiri: Mengalami penolakan bukan berarti Anda tidak berharga. Luangkan waktu untuk menyadari bahwa ini adalah pengalaman yang bisa dilalui.
- Alihkan Perhatian ke Hal Positif: Mencari dukungan dari teman atau mengeksplorasi hobi baru bisa menjadi cara efektif untuk mengurangi rasa sakit akibat ghosting.
Ghosting mungkin menjadi fenomena yang semakin umum dalam era digital ini, tapi memahami alasan psikologis di balik rasa sakit yang timbul bisa membantu kita menerima pengalaman ini dengan lebih bijaksana. Anda tidak sendirian dalam merasakan kekecewaan, dan ada cara untuk mengatasi dan melepaskan luka emosional yang mungkin ditinggalkannya.
Baca juga: Hustle Culture: Budaya Kerja yang Berlebihan dan Berbahaya